Petitum |
- Dasar diajukan gugatan ini ke Pengadilan Negeri Situbondo adalah berdasarkan Kutipan Risalah Lelang Nomor 086/48/2018, tanggal 20 Maret 2018, yang diterbitkan oleh Tergugat II berdasarkan pemenang lelang Turut Tergugat I terhadap Jaminan yang semula terdaftar atas nama penggugat sendiri, dan terbebani Hak Tanggungan. (Vide; UURI nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan), oleh Turut Tergugat I telah dimohonkan pelaksanaan eksekusinya (selaku Pemenang lelang) melalui penetapan Ketua Pengadilan Negeri Situbondo Nomor: 8/Pdt.Eks/2018/PN.SIT, yang dilaksanakan eksekusinya pada hari Kamis, 25 Oktober 2018. Selain itu dasar diajukan gugatan ini adalah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Situbondo Nomor: 41/Pdt.G/2018/PN.SIT, tanggal 30 Januari 2019 terhadap Perlawanan yang diajukan oleh Penggugat sebelumnya;
- Bahwa“PENGGUGATâ€dalamkedudukannyatersebutdiatasadalah“Debitur†terhadap TERGUGAT I selaku “Kreditur†dalam perjanjian Kredit Modal Kerja Meubel Antik yang telah disetujui dan ditandatangani bersama sebagaimana Akta Notariil No. 15 tanggal 28 Mei 2008, dihadapan Notaris dengan jenis kredit berupa “Kredit Modal Kerjaâ€jual beli barang antik untuk masa kredit selama 12 (dua belas) bulan, terhadapnya telah dijaminkan dengan 6 (enam) Sertifikat Hak Milik diantaranya:
- Sertifikat Hak Milik No. 109, Luas 1444 M2, terletak di Desa Mlandingan Wetan;
- Sertifikat Hak Milik No. 110, Luas 1529 M2, terletak di Desa Mlandingan Wetan;
- Sertfikat Hak Milik No. 111, Luas 994 M2, terletak di Desa Mlandingan Wetan;
- Sertifikat Hak Milik No. 97, Luas 1050 M2, terletak di Desa Mlandingan Wetan;
Yang masing-masing telah diikat dalam Hak Tanggungan Tingkat Pertama No. 520/2008 tanggal 16 Juli 2008, dengan nilai Rp. 1.597.765.000,- (satu milyar lima ratus sembilan puluh tujuh juta tujuh ratus enam puluh lima ribu rupiah).
- Sertifikat Hak Milik No. 76, Luas 510 M2, terletak di Desa Balung;
- Sertifikat Hak Milik No. 84, Luas 410 M2, terletak di Desa Balung;
Yang masing-masing telah diikat dalam Hak Tanggungan Tingkat Pertama No. 521/2018 Tanggal 16 Juli 2008 dengan Pertanggungan Nilai Rp. 285.000.000,-
- Bahwa Perjanjian Kredit Modal Kerja Meubel Antiktersebut dilakukan untuk beban hutang PENGGUGATsebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) dengan Hak tanggungan berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan nomor 520/2008 dan 521/2008, masing-masing tanggal 16 Juli 2008 dan kewajiban Penggugat untuk mengangsur bunga pinjaman untuk setiap bulannya;
- Bahwa terhitung sejak tahun 2009 atau pada masa Kredit Modal Kerja Meubel antik berakhir,PENGGUGAT belum bisa melakukan pelunasan atas pinjaman pokok sebagaimana yang telah diperjanjikan, karenaPENGGUGAT mengalami kebangkrutan dimana semua produk yang diekspor melalui mitra usaha PENGGUGAT tidak kembali karena mengalami permasalahan hukum di luar negeri. Terhadap kondisi ini, Tergugat I tetap menjalankan prosedur perbankan dengan tetap melakukan Perpanjangan kredit usaha (addendum) sebagaimana Akta Notaril No. 17 Tahun 2009, dimana Penggugat oleh Tergugat I tanpa diberi suntikan modal tambahan. Bahwa kondisi ini semestinya Tergugat I menjalankan klausul kesepakatan sebagaimana pasal 8 Perjanjian kredit – Akta Notaril No. 15 tanggal 28 Mei 2008.
- Bahwa Sejak saat PENGGUGAT mengalami kebangkrutandan oleh TERGUGAT I tetap menjalankan prosedur perpanjangan kredit Modal usaha Meubel Antik melalui Perjanjian sebagaimana Akta Notaril No. 17 tanggal 28 Mei 2009, PENGGUGAT telah meminta penundaan pembayaran sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya dalam pasal 8 Akta Notaril No. 15 tanggal 28 Mei 2008 dan meminta untuk dilakukan penjualan aset untuk pembayaran hutang pokok pada TERGUGAT I, namun TERGUGAT I tetap mengajukan permohonan lelang kepada TERGUGAT II yang kemudian dimenangkan oleh TURUT TERGUGAT I. Dalam kondisi ini, semestinya TERGUGAT I tidak serta merta melakukan penjualan aset jaminan Kredit Modal Kerja Meubel antik kepada pihak ketiga melalui TERGUGAT II, namun harusnya TERGUGAT I melaksanakan ketentuan pasal 8 Akta Notaril No. 15 tanggal 28 Mei 2008 yang telah berlaku sebagai Undang-undang yang mengikat PENGGUGAT dan TERGUGAT I. Terhadap tindakan TERGUGAT I ini, PENGGUGAT mengalami kerugian baik secara materiil maupun secara Immateril.
- Bahwa usaha PENGGUGAT telah mengalami kebangkrutan sejak dibuatnya perjanjian perpanjangan sebagaimana Akta Notaril No. 17 tanggal 28 Mei 2009, maka sebagai bentuk etikat baik, PENGGUGAT telah berusaha melakukan pembayaran hutang pokok kepada Tergugat I dengan perincian sebagai berikut:
- Tanggal 1 Maret 2011,PENGGUGAT telah menyetor titipan pembayaran sebesar Rp. 490,000,000,- (empat ratus sembilan puluh juta rupiah);
- Tanggal 13Juni 2011, PENGGUGAT telah menyetor titipan pembayaran sebesar Rp. 9,000,000,- (sembilan juta rupiah);
- Tanggal 09 Oktober 2012, PENGGUGAT telah menyetor titipan pembayaran sebesar Rp. 200,000,000,- (dua ratus juta rupiah);
- Yang total pembayaran hutang pokok adalah Rp.699,000,000,- (enam ratus sembilan puluh sembilan juta rupiah) yang artinya secara global sisa hutang pokok PENGGUGAT terhadap Tergugat I adalah sebesar Rp. 1.500,000,000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) - Rp. 699,000,000,- (enamratus sembilan puluh sembilan juta) = Rp. 801.000,000,- Â (delapan ratus satu juta rupiah);
- Bahwa Tergugat I telah melakukan penjualan aset/jaminan Kredit Modal Kerja a quo melalui kantor TERGUGAT II diantaranya:
- Sehamparan tanah dan bangunan sebagaimana Sertifikat Hak Milik No. 109, yang terletak di desa Mlandingan Wetan dengan Luas 1.444 M2.
- Sehamparan tanah dan bangunan sebagaimana Sertifikat Hak Milik No. 110, yang terletak di desa Mlandingan Wetan dengan Luas 1.529 M2.
- Sehamparan tanah dan bangunan sebagaimana Sertifikat Hak Milik No. 111, yang terletak di desa Mlandingan Wetan dengan Luas 994 M2.
- Sehamparan tanah dan bangunan sebagaimana Sertifikat Hak Milik No. 97, yang terletak di desa Mlandingan Wetan dengan Luas 1.050 M2.
- Bahwa lelang jaminan Kredit Modal Kerjaa quo oleh TERGUGAT I ditetapkan dengan nilai limit sebesar Rp. 976,000,000,- (sembilan ratus tujuh puluh enam juta rupiah) untuk 4 jaminan Kredit Modal Kerja yang telah dibebankan Hak TanggunganNo. 520/2008 dengan nilai Rp. 1.597.765.000,- (satu milyar lima ratus sembilan puluh tujuh juta tujuh ratus enam puluh lima ribu rupiah). Terhadap lelang jaminan yang dilakukan oleh TERGUGAT I, kemudian dimenangkan oleh TURUT TERGUGAT I. Disini sangat jelas nampak nyata bahwa bila kewajiban hutang pokok PENGGUGAT kepada TERGUGAT I tersisa Rp. 801,000,000,- (delapan ratus satu juta rupiah) semestinya ada nilai pengembalian sebesar Rp. 976,000,000,- (sembilan ratus tujuh puluh enam juta rupiah)dikurangi Rp. 801,000,000,- (delapan ratus satu juta rupiah) = Rp. 175,000,000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah), berikut dua buah sertifikat jaminan SHM No. 76 dan SHM No. 84, tentunya perbuatan TERGUGAT I yang demikian itu merupakan perbuatan Melawan Hukum, terhadapnya PENGGUGAT mengalami kerugian baik secara materiil maupun immateril;
- Bahwa dasar ditetapkannya nilai limit lelang oleh TERGUGAT I, mengacu pada SURAT KETERANGAN HARGA TANAHyang dikeluarkan oleh KEPALA DESA MLANDINGAN WETAN (TURUT TERGUGAT II) sebagaimana surat Nomor: 590/623/431.511.9.2/2018, tanggal 10 Januari 2018, yang oleh TERGUGAT I telah diajukan sebagai bukti dalam persidangan perkara No. 41/Pdt.PLW/2018/PN.SIT, termuat dalam surat Pengantar Bukti tanggal 12 Desember 2018 di muka persidangan pada Pengadilan Negeri Situbondo,serta Nilai harga tanah per meter yang tertera dalam surat a quo di buat dalam bentuk tulisan tangan bukan hasil cetakan,yang secara hukum bersebrangan dengan ketentuan petunjuk pelaksanaan Lelang sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 27/PMK.06/2016, yang mengatur sekurang-kurangnya penetapan nilai limit berdasarkan penilaian internal. Oleh karenanya tindakan TERGUGAT II pun dengan menerima permohonan pengajuan lelang dari TERGUGAT I tidaklah dapat dibenarkan mengingat dokumen persyaratan lelang yang diajukan TERGUGAT I yakni penetapan nilai limit berdasarkan surat Keterangan Kepala Desa yakni TURUT TERGUGAT II adalah cacat prosedural dan/atau cacat Formil, sehingga tidak dapat dibenarkan dan semestinya ditolak oleh TERGUGAT II. Tindakan mana tercermin bahwa adanya persekongkolan jahat antara TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk memperoleh keuntungan dari menjual aset milik PENGGUGAT;
- Bahwa keadaan ini merupakan kelalaian TERGUGAT II dalam meneliti dokumen syarat pengajuan lelang (Vide: pasal 50 ayat (1) PMK No.27 tahun 2016). Akibat dari kelalaian TERGUGAT II ini tentunya memunculkan nilai harga objek jaminan yang sangat tidak objektif dan tidak realistis/terlalu rendah, sehingga bertentangan dengan kepatutan serta kewajiban hukum sipenjual untuk mengoptimalkan harga jual lelang, yang pada akhirnya bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat. Oleh karena itu perbuatan tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum;
- Bahwa berdasarkan Perjanjian Kredit sebagaimana yang tertuang dalam Akta Notaril No. 15 tahun 2008 tanggal 28 Mei 2008 berikut Akta Notaril No. 17 Tanggal 28 Mei 2009, aset Penggugat yang dijaminkan sebagai jaminan kredit kepada TERGUGAT I adalah 6 Sertifikat Hak Milik, namun yang diketahui berdasarkan Risalah Lelang, Berita Acara Eksekusi Pengadilan Negeri Situbondo dan surat Bukti TERGUGAT II yang diajukan dalam persidangan perkara No. 41/Pdt.G/2018/PN.SIT sebagaimana kode bukti TIII-5, terdapat 4 Sertifikat jaminan milik Penggugat yang dilelang yakni SHM No. 97, SHM No. 109, SHM No. 110 dan SHM No. 111. Maka aset jaminan milik PENGGUGAT yang belum dilakukan lelang dan harus dikembalikan secara Cuma-Cuma oleh TERGUGAT I kepada PENGGUGAT adalah SHM No. 76 dan SHM No. 84,yang masing-masing hingga sekarang masih dikuasai oleh TERGUGAT I, yang semestinya oleh TERGUGAT I harus diserahkan kepada PENGUGAT untuk dilakukan Roya ke kantor Badan Pertanahan Nasional setempat berikut sisa pembayaran hasil Lelang 4 sertifikat Jaminan milik PENGGUGAT setelah di potong sisa hutang PENGGUGAT kepada TERGUGAT I sebesar Rp.801.000.000,- (delapan ratus satu juta rupiah) dari harga limit Lelang Rp. 976,000,000,- yakni Rp.175,000,000,- (seratus Tujuh puluh lima) yang merupakan hak PENGGUGAT. Oleh karena itu perbuatan tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum;
- Oleh karenanya tindakan TERGUGAT I yang menahan 2 sertifikat Hak milik yakni SHM No. 76 dan SHM No. 84 milik PENGGUGAT berikut sisa pembayara hasil lelang a quo merupakan tindakan melawan hukum, dan bilamana kemudian terjadi Roya terhadap 2 sertifikat hak milik PENGGUGAT a quo tanpa sepengetahuan PENGGUGAT maka perbuatan itu merupakan perbuatan melawan hukum yang dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Penggelapan;
Tentang Prosedur Lelang:
- Bahwa Jaminan Kredit Modal Kerja Meubel Antik sebagaimana yang dituangkan dalam Akta Notaril No. 15 tanggal 28 Mei 2008 dan Akta Notaril No. 17 tanggal 28 Mei 2009 berupa 6 sertifikaat Hak Milik PENGGUGAT telah diajukan dalam daftar permohonan lelang oleh Tergugat I pada tanggal 29 Januari 2018, melalui surat permohonan Lelang No. B.363/KC/XVI/ADK/01/2018, oleh TERGUGAT II dimuat dalam daftar Lelang Objek jaminan yang dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2018dengan nilai limit Rp. 976,000,000,- (sembilan ratus tujuh puluh enam juta rupiah) yang menurut PENGGUGAT jauh dibawah NILAILIKUIDITAS(Likuiditas adalah nilai limit terendah) tentunya telah menabrak ketentuan pasal 49 Peraturan Menteri Keuangan RI No. 27 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Semestinya penetapan nilai limit harus dimulai dengan harga pasar, bila kemudian harga pasar tidak ada peminat barulah kemudian nilai limit menggunakan NILAI LIKUIDITAS/Nilai Terendahhal mana SESUAI DENGAN STANDART PENILAIAN INDONESIA (SPI 366) yang merupakan acuan umum semua PERBANKAN di Indonesia yang bergerak pada bidang SEKTOR JASA KEUANGAN. Metode penentuan Nilai Limit menggunakan prosedur yang dinilai dari NILAI HAK TANGGUNGAN, HARGA PASAR, dan NILAI LIKUIDITAS, yang pertama-tama untuk NILAI LIMIT DIPILIH HARGA YANG TETINGGI, jika tidak laku, nilai limit diturunkan dipenawaran kedua, jika belum laku barulah kemudian akan terus diturunkan sampai menyentuh Nilai LIKUIDITAS. Disini sangatlah jelas dan nyata bahwa TERGUGAT I tidak mengacu pada standar Perbankan sebagaimana yang disyaratkan dalam STANDART PENILAIAN INDONESIA (SPI 366), bahwa mestinya nilai limit terhadap Objek lelang a quo adalah mengacu pada harga pasar (nilai tertinggi) atau sekurang-kurangnya nilai Hak Pertanggungan yakni Rp. 1.597.765.000,- (satu milyar lima ratus sembilan puluh tujuh juta tujuh ratus enam puluh lima ribu rupiah);
- Bahwa tindakan TERGUGAT I yang menentukan nilai limit berdasarkan SURAT KETERANGAN HARGA TANAH yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Mlandingan Wetan dalam hal ini TURUT TERGUGAT II (dituangkan dalam Akta Jawaban dan Duplik dalam Perkara No. 41/Pdt.PLW/2018/PN.SIT) kemudian ditaksir dengan harga nilai Rp. 976,000,000,- (sembilan ratus tujub puluh enam juta rupiah) merupakan tindakan TERGUGAT I untuk menghindari ketentuan pasal 45 Huruf (b) PMK No. 27 tahun 2016 atau suatu bentuk persekongkolan dengan pihak-pihak ketiga dengan tujuan untuk mencari keuntungan lebih dari aset jaminan milikPENGGUGAT. dengan demikian TERGUGAT I telah memenuhi kualifikasi Perbuatan melawan hukum;
- Bahwa nilai limit lelang yang dijadikan acuan oleh TERGUGAT I adalah berdasarkan SURAT KETRANGAN KEPALA DESA Mlandingan Weta dalam hal ini TURUT TERGUGAT II, sehingga menurut TERGUGAT I tidak perlu menggunakan tim penaksir untuk mengajukan permohonan lelang, sebagaimana diungkapkan dalam Akta Jawaban dan Dupliknya pada sidang Perkara No. 41/Pdt.PLW/2018/PN.SIT, tentunya telah melanggar ketentuan pasal 45 huruf (b) jopasal 50 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan RI No. 27 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Dokumen inilah yang menjadi persyaratan lelang jenis LELANG HAK TANGGUNGAN berdasarkan kekuatan pasal 6 UUHT No. 4 tahun 1996 yang diajukan TERGUGAT I, sehingga Tindakan Tergugat II yang mengabulkan permohonan Lelang dari TERGUGAT I telah cacat prosedur dan/atau cacat hukum. Oleh karenanya segala bentuk produk hukum yang dibuat oleh TERGUGAT II dengan cara-cara inprosedur/melanggar aturan a quo, berakibat batalnya pula produk hukum yang dihasilkan;
- Bahwa dengan dimuatnya jaminan kredit a quo sebagai objek lelang oleh TERGUGAT II, kemudian Tergugat I berkewajiban memberitahukan proses pelaksanaan lelang tersebut kepada PENGGUGAT, namun hingga terjadinya lelang berikut penetapan eksekusi oleh Ketua Pengadilan Negeri Situbondo berdasarkan pengajuan/permohonan Turut Tergugat I (Pemenang Lelang), PENGGUGAT belum mendapatkan surat pemberitahuan pelaksanaan lelang terhadap 4 Sertifikat jaminan kredit milik PENGGUGAT dari TERGUGAT I. Berdasarkan fakta persidangan dalam perkara No. 41/Pdt.PLW/2018/PN.SIT, TERGUGAT I telah mengajukan bukti tanda terima/resi pengiriman surat namun tanda terima/resi jasa pengiriman itu tidak terdapat tanda tangan yang meyakinkan bahwa PENGGUGAT telah menerima surat pemberitahuan lelang dari TERGUGAT I. Dengan demikian kondisi ini tidak bisa kemudian diklaim bahwasannya TERGUGAT I telah memberitahukan jadwal pelaksanaan lelang terhadap 4 sertifikat jaminan yang dikuasai TERGUGAT I kepada PENGGUGAT. dengan demikian TERGUGAT I telah memenuhi kualifikasi Perbuatan melawan hukum;
- Bahwa lelang objek jaminan PENGGUGAT tersebut patut diduga dilakukan dengan lelang yang tidak sesuai prosedur karena PENGGUGAT belum mengetahui kapan diumumkan lelang dan harga limitnya ditetapkan berdasarkan Surat Keterangan Harga Tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Mlandingan Wetan (TURUT TERGUGAT II), yang penggugat ketahui tiba-tiba ada TERGUGAT III yang mengku telah memiliki objek jaminan dengan demikian perbuatan TERGUGAT I melanggar ketentuan Pasal 20 ayat 3 UU No.4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang diwajibkan pihak pemegang hak tanggungan mengumumkan di media massa minimal 2 (dua) kali.- -------------
Â
- Bahwa dengan demikian seharusnya TERGUGAT I sebelum menyodorkan lelang ke KPKNL (Tergugat II) harus telah memperoleh fiat pengadilan terlebih dahulu, karena walaupun dengan menggunakan dalil penyelesaian kredit dengan cara pasal 6 UUHT (parate eksekusi) namun berdasarkan penjelasan umum angka 9 UUHT tersebut bahwa pelaksanaan pasal 6 UUHT pelaksanaannya mengacu pada pasal 224 HIR yang menghendaki adanya fiat eksekusi dari pengadilan.- ----------------------------------------------------------
- Bahwa telah diatur dalam aturan peralihan pasal 26 UUHT nomor 4 tahun 1996 “bahwa pelaksanaan pasal 6 UUHT juga menghendaki adanya fiat pengadilanâ€, karena itu pelaksanaanya harus atas perintah dari ketua pengadilan. Karena tergugat I dan tergugat II dalam pelaksanaan lelang tidak atas perintah ( fiat eksekusi ) ketua pengadilan, maka hal yang demikian jelas dengan sengaja telah melanggar ketentuan peraturan perundangan, dengan demikian TERGUGAT I telah memenuhi kualifikasi Perbuatan melawan hukum.- ----------
- Bahwa pelaksanaan eksekusi hak tanggungan berdasarkan hak dari pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual langsung objek Hak Tanggungan (pasal 6 UUHT), tidak sah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung tanggal 30 januari 1986 No. 3210/K/Pdt/1986 yang tidak membenarkan penjualan oleh kreditur melalui lelang tanpa adanya fiat dari pengadilan negeri setempat. Dalam putusan tersebut, Mahkamah agung mempertimbangkan â€Bahwa berdasarkan pasal 224 HIR pelaksanaan pelelangan sebagai akibat adanya grosse akte hipotek dengan memakai kepala sebagai irah irah “ “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa†yang mempunyai kekuatan yang sama dengan sesuatu putusan pengadilan, sehingga lelang yang dilakukan berdasarkan Pasal 6 UUHT seharusnya dilaksanakan atas perintah dan pimpinan ketua pengadilan negeri apabila tidak terdapat perdamaian pelaksanaanâ€. Bahwa hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 8 Perjanjian Kredit Modal Usaha Meubel Antik yang dituangkan dalam Akta Notaril No. 15 Tanggal 28 Mei 2008 antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT I;- ----------------
- Bahwa Setelah berlakunya UUHT, dalam peraktik ketentuan pasal 6 tetap harus memenuhi syarat antara lain: (a) tetap diperlukanya fiat dari KPN (berdasarkan petunjuk mahkamah agung dalam buku II mahkamah agung republik indonesia tahun 1994, halaman 143, yang menyatakan eksekusi harus atas perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri dimana ketentuan ini diberlakukan juga terhadap eksekusi Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada Putusan Mahkamah Agung tanggal 30 januari 1986 No.3201/K/Pdt/1984), dan (b) jika tidak ada fiat dari KPN, kantor lelang mensyaratkan agar ada persetujuan harga limit lelang dari pemberi Hak Tanggungan kecuali ia sudah tidak diketahui lagi keberadanya dan harus ada surat pernyataan dari pemegang hak tanggungan untuk bertanggung jawab bila ada gugatan di kemudian hari.- -----------------------------------------------
- Bahwa dalam putusan MA RI No. 2903/K/Pdt/1999 tanggal 10 april 2001, MA RI menegaskan kembali pendiriannya mengenai syarat-syarat kesahihan suatu grosse akte menurut Pasal 224 HIR, yaitu akte hipotek maupun akte pengakuan utang bertitel â€Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa†mempunyai kekuatan eksekutorial seperti halnya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, apabila ia dalam grosse akte tersebut telah tercantum dengan pasti jumlah yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur maupun batas waktu pelunasan utang tersebut, disamping didalam grosse akte tersebut tidak boleh memuat suatu perjanjian atau syarat-syarat lain selain kewajiban pembayaran sejumlah uang tertentu yang harus dilakukan oleh debitur kepada kreditur.- -------------------------------
- Bahwa tidak itu saja TERGUGAT I melanggar Hak konsumen pasal 4 hurup (c), UUPK yaitu hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, dengan demikian TERGUGAT I telah memenuhi kualifikasi Perbuatan melawan hukum.- -------------------------------
- Bahwa sebagaimana diketahui bahwa 4 (empat) jaminan dari 6 (enam) jaminan Kredit Modal Kerja telah dilakukan lelang oleh TERGUGAT I dan TERGUGAT II, dengan nilai Limit dibawah harga Likuiditas yang dibenarkan dalam Perundang-undangan, oleh karenanya perbuatan TERGUGAT I yang memohonkan lelang kepada TERGUGAT II mengakibatkan kerugian Materil bagi penggugat. Oleh karenanya Mohon kepada yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk dijatuhkan beban kerugian materil kepada TERGUGAT I sebagai pengganti dari nilai aset PENGGUGAT yang hilang/dijual dengan nilai sebesar Rp. 7,500,000,000,- (tujuh Milyar limaratus juta Rupiah);
- Untuk memperoleh penilaian harga terhadap aset-aset yang dilelang oleh TERGUGAT I, maka PENGGUGAT Mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk MENGELUARKAN PENETAPANmemberikan rekomendasi tugas kepada Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) Jawa Timuruntuk dilakukan penilaian/Penaksiran harga terhadap Objek Lelang dalam perkara ini sebelum perkara ini dilanjutkan;
- Gugataninidiajukanberdasarkanbukti-buktiautentik yang cukupdanuntukmenjamingugataninitidaksia-sia, PENGGUGAT mohonkepadaKetuaPengadilanNegeriSitubondo Cq. Majelis Hakim yang memeriksadanmengadiliperkarainiuntukmeletakansitajaminan (ConservatoirBeslag) terhadapobjek Perkara ini yakni tanah dan bangunan rumah dan Gudang sebagaimana SHM No. 111 Luas 994 M2, SHM No.110 Luas 1529 M2, SHM No.109 Luas 1444 M2, SHM No. 97 Luas 1050 M2, SHM No. 76 Luas 510 M2danSHM No. 84 Luas 410 M2;
PENGGUGAT khawatirTERGUGAT I dan TERGUGAT IItidakmengindahkanputusanperkaraini, makacukupberalasan Penggugatmenuntut TERGUGAT I dan TERGUGAT IIuntukmembayaruangpaksa (Dwangsom) masing-masing sebesar Rp. 100,000,- (seratusratusribu rupiah) setiaphariterhitungsejakputusaninidibacakanMajelis Hakim Pengadilan Negeri Situbondo; |